Membangun Dan Memberdayakan Desa Melalui Undang-Undang Desa
www.jackandassociates.id, Jombang – Membangun Dan Memberdayakan Desa Melalui Undang-Undang Desa – DPR-RI dan Pemerintah telah menyetujui RUU Desa menjadi Undang- Undang dalam rapat paripurna DPR pada tanggal 18 Desember 2013. Selanjutnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 15 Januari 2014 telah menandatangani pengesahan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa tersebut (UU Desa). Dalam proses pembahasan di DPR-RI, perdebatan terhadap materi UU Desa itu memakan waktu bertahun-tahun.
UU Desa dibentuk berdasarkan beberapa pertimbangan. Pertama, Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Kedua, dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat
menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Ketiga, Desa dalam susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan perlu diatur dengan undang-undang tersendiri. Sebelum lahirnya UU Desa, pengaturan mengenai desa diatur dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda). Sejalan dengan berlakunya UU Desa tersebut maka ketentuan mengenai desa dalam UU Pemda dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
UU Desa disusun dengan semangat penerapan amanat konstitusi, yaitu pengaturan masyarakat hukum adat sesuai dengan ketentuan Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 18 ayat (7) UUD NRI
1945, dengan konstruksi menggabungkan fungsi self-governing community dengan local self government, sehingga landasan konstitusional ini akan menjadi dasar yang kokoh bagi masa depan desa di Indonesia. Namun, apakah pengaturan desa dalam UU Desa sudah cukup komprehensif sebagai pondasi bagi pembangunan dan pemberdayaan desa? UU Desa terdiri dari 16 Bab dan 122 Pasal, antara lain mengatur kedudukan dan jenis desa, penataan desa, kewenangan desa, penyelenggaraan pemerintahan desa, hak dan kewajiban desa dan masyarakat, keuangan dan aset desa, pembangunan desa dan pembangunan kawasan perdesaan, Badan Usaha Milik Desa, kerjasama desa, serta pembinaan dan pengawasan.
Definisi desa atau disebut dengan nama lain dalam UU Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa berkedudukan di wilayah kabupaten/kota.
Substansi yang cukup penting dalam UU Desa adalah mengenai asas dalam konteks pengaturan desa, antara lain asas rekognisi, yaitu pengakuan terhadap hak asal usul. Asas
subsidiaritas, yaitu penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat desa. Asas keberagaman, yaitu pengakuan dan penghormatan terhadap sistem nilai yang berlaku di masyarakat desa, tetapi dengan tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Asas kemandirian, yaitu suatu proses yang dilakukan oleh pemerintah desa dan masyarakat desa untuk melakukan suatu kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhannya dengan kemampuan sendiri. Asas pemberdayaan, yaitu upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat desa melalui penetapan kebijakan, program, dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat.
Kewenangan desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat desa. Kewenangan Desa tersebut meliputi:
kewenangan berdasarkan hak asal usul ;
kewenangan lokal berskala desa;
kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan
kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
UU Desa mengatur mengenai penyelenggara pemerintahan desa yang terdiri dari kepala desa dan perangkat desa. Kepala desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. Kepala desa dapat menjabat 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut. Masa jabatan ini berbeda dengan UU Pemda yang membatasi hanya dapat dipilih kembali untuk (1) satu kali masa jabatan berikutnya.
Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa, pelaksana kewilayahan, dan pelaksana teknis. Perangkat desa diangkat oleh kepala desa setelah dikonsultasikan dengan camat atas nama Bupati/Walikota. Kepala desa dan perangkat desa memperoleh penghasilan tetap setiap bulan yang bersumber dari dana perimbangan dalam APBN yang diterima oleh kabupaten/kota dan
ditetapkan dalam APBD Kabupaten/Kota. Selain memperoleh penghasilan tetap tersebut, Kepala desa dan perangkat desa juga memperoleh jaminan kesehatan dan dapat memperoleh penerimaan lainnya yang sah. Ketentuan mengenai pendapatan dan tunjangan kepala desa dan perangkat desa akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
UU Desa mengatur mengenai keberadaan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai lembaga yang melakukan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis. BPD merupakan badan permusyawaratan di tingkat desa yang turut membahas dan menyepakati berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Dalam upaya meningkatkan kinerja kelembagaan di tingkat desa, memperkuat kebersamaan, serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. Pemerintah desa dan/atau BPD memfasilitasi penyelenggaraan musyawarah desa. Musyawarah desa atau yang disebut dengan nama lain adalah forum musyawarah antara BPD, pemerintah desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh BPD untuk memusyawarahkan dan menyepakati hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.
Salah satu substansi penting yang tertuang dalam UU Desa adalah pengaturan tentang keuangan desa. Pasal 72 UU Desa menyatakan bahwa desa mempunyai sumber pendapatan yang terdiri dari:
pendapatan asli desa
alokasi anggaran APBN
bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota
alokasi dana desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota
bantuan keuangan dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota
hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga, serta
lain-lain pendapatan desa yang sah.
Khusus point b, alokasi anggaran yang berasal dari APBN, bersumber dari Belanja Pusat dengan mengefektifkan program yang berbasis desa secara merata dan berkeadilan. Dalam penjelasan Pasal dijelaskan bahwa besaran alokasi anggaran yang peruntukannya langsung ke desa ditentukan 10% (sepuluh perseratus) dari dan di luar dana Transfer Daerah
(on top) secara bertahap. Anggaran tersebut dihitung berdasarkan jumlah desa dan dialokasikan dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan desa. Bagi kabupaten/kota yang tidak memberikan alokasi dana desa tersebut, pemerintah dapat melakukan penundaan dan/atau pemotongan sebesar alokasi dana perimbangan setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus yang seharusnya disalurkan ke desa.
Selanjutnya, UU Desa mengatur mengenai Badan Usaha Milik Desa yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa.
Disamping ketentuan yang mengatur mengenai kelembagaan ekonomi desa, terdapat lembaga kemasyarakatan dan lembaga adat, yang berfungsi sebagai wadah partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan, pemerintahan, kemasyarakatan, dan pemberdayaan yang mengarah bagi terwujudnya demokratisasi dan transparansi di tingkat masyarakat dalam pembangunan masyarakat dan desanya, serta menciptakan akses agar masyarakat lebih berperan aktif dalam kegiatan pembangunan.
Sesuai dengan prinsip desa membangun, desa sebagai subjek pembangunan, maka model pembangunan yang digerakkan masyarakat (community driven development) berubah menjadi pembangunan yang digerakkan oleh desa atau desa menggerakkan pembangunan (village driven development–VDD). VDD mempunyai beberapa karakteristik (Sutoro Eko, Desa Membangun Negara 2014); Desa hadir sebagai sebuah kesatuan kolektif antara pemerintah desa dan masyarakat desa. Kepentingan dan kegiatan dalam pemerintahan dan pembangunan diikat dan dilembagakan secara utuh dan kolektif dalam sistem desa. Kemandirian desa yang ditopang dengan kewenangan, diskresi dan kapasitas lokal. Kepala desa tidak bertindak sebagai kepanjangan tangan pemerintah, melainkan berdiri dan bertindak sebagai pemimpin masyarakat. Otoritas dan akuntabilitas pemerintah desa yang memperoleh legitimasi dari masyarakat. Desa mempunyai pemerintah desa yang kuat
dan mampu menjadi penggerak potensi lokal dan memberikan perlindungan secara langsung terhadap warga, termasuk kaum marginal dan perempuan yang lemah. Demokratisasi desa yang mencakup: (a) institusionalisasi nilai-nilai transparansi, akuntabilitas, partisipasi, inklusivitas dan keseteraan gender; (b) institusi representasi dan deliberasi; dan
(c) pertautan (engagement) antarpelaku di desa.
Karakteristik VDD lainya yaitu pelembagaan perencanaan dan penganggaran secara inklusif dan partisipatoris serta berbasis pada aset lokal. Pembangunan berbasis pada aset penghidupan lokal. Dana Alokasi Desa dari pemerintah sebagai bentuk redistribusi ekonomi dari negara dan menjamin keadilan ekonomi bagi desa. Desa bermartabat secara budaya, yang memiliki identitas atau sistem sosial•budaya yang kuat, atau memiliki kearifan lokal yang kuat untuk mengelola masyarakat dan sumberdaya lokal. Satu desa, satu rencana, satu anggaran. Warga yang kritis, aktif dan terorganisir. Ikatan warga dalam komunitas sangat penting tetapi tidak cukup, namun butuh warga yang aktif, melek dan sadar politik terhadap hak dan kepentingan mereka, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa.
Pengaturan desa dalam UU Desa sudah cukup memadai sebagai landasan bagi pembangunan dan pemberdayaan desa, meskipun perlu peraturan pelaksanaan lebih lanjut yang diperintahkan oleh UU Desa. Dengan pengaturan yang ada, tujuan yang ada di UU tersebut dapat tercapai yaitu: memberikan pengakuan dan penghormatan atas desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. Melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat desa. Mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat desa untuk pengembangan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama. Membentuk pemerintahan desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab. Meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum. Meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat desa guna mewujudkan masyarakat desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional.
Memajukan perekonomian masyarakat desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional. Memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan.
Harapan dengan lahirnya UU Desa
UU Desa memberikan harapan yang besar bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat dan pemerintahan desa. UU Desa diharapkan dapat menjawab berbagai permasalahan di desa yang meliputi aspek sosial, budaya, ekonomi, serta memulihkan basis penghidupan masyarakat desa dan memperkuat desa sebagai entitas masyarakat yang kuat dan mandiri. Desa juga menjadi ujung tombak dalam setiap pelaksanan pembangunan dan kemasyarakatan. Sehingga, UU Desa juga dimaksudkan untuk mempersiapkan desa dalam merespon proses demoktratisasi, modernisasi, dan globalisasi yang terus berkembang tanpa kehilangan jati dirinya.
Dengan UU ini, desa akan layak sebagai tempat kehidupan dan penghidupan. (Mendagri Gamawan Fauzi, 2014) Bahkan lebih dari itu, desa akan menjadi fondasi penting bagi kemajuan bangsa dan negara dimasa yang akan datang. Lebih lanjut UU Desa mengangkat desa pada posisi subjek yang terhormat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena akan menentukan format desa yang tepat sesuai dengan konteks keragaman lokal, serta merupakan instrumen untuk membangun visi menuju kehidupan baru desa yang mandiri, demokratis dan sejahtera. Membangun dan memberdayakan desa artinya membangun Negara.
Posted in Artikel